"… Allah mengangkat derajat orang-orang dintara kamu yaitu mereka yang beriman dan berilmupengetahuan, dan Allah mengetahui apa yang kamu amalkan". (Q.S Al-Mujadalah ayat 11)
Dalam ayat tersebut terdapat tiga kata kunci yaitu: iman, ilmu dan amal. Ketiganya menjadi satu rangkaian yang sistematik dan saling terkait antara satu dengan yang lain dalam kehidupan setiap umat Islam. Lebih mementingkan satu, meniadakan atau meremehkan yang laian akan menyebebkan ketimpangan.
Ketiga kata kunci tersebut sangat sesuai dengan konsep pendidikan (Taxonomy Blooms) bahwa: Ilmu pengetahuan merupakan aspek kognitif, iman berkaitan erat dengan hati dan perasaan seseorang (aspek afektif), sedangkan amal merupakan tindakan atas ilmu pengetahuan dan iman (aspek psikomotorik)
Konsep pendidikan yang sedemikian indahnya dalam al-qur’an mestinya dapat membawa kemajuan yang pesat bagi umat Islam. Namun yang terjadi saat ini dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam selama ini terseret dalam alam pemikiran modern yang sekuler, sehingga secara tidak sadar telah memisah-misahkan antara pendidikan keimanan (ilmu-ilmu agama) dengan pendidikan umum (ilmu pengetahuan) serta pendidikan akhlak (etika), sehingga berdampak pada keterpurukan pendidikan umat Islam di semua bidang.
Pengembangan pendidikan modern pada disiplin ilmu dengan spesialis secara ketat, berakibat keterpaduan antar disiplin keilmuan menjadi hilang, dan melahirkan dikotomi ilmu pengetahuan. Yaitu pengelompokan ilmu-ilmu agama di satu pihak dan ilmu-ilmu umum dipihak lain. Sehingga ilmu-ilmu agama disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu Allah yang bersifat sakral dan wajib untuk dipelajari. Sebaliknya kelompok ilmu umum (baik ilmu alam maupun sosial) dianggap sebagai ilmu manusia yang tidak wajib untuk dipelajari.
Sehingga yang terjadi adalah ilmu-ilmu agama menjadi tidak menarik karena tidak dapat digunakan dalam kehidupan nyata, sementara ilmu umum semakin berkembang serta begitu diminati tanpa adanya makna dan sentuhan spiritualitas.
Bila hal ini yang terjadi, penguasaan terhadap salah satu ilmu saja tidak akan sanggup untuk menyelesaikan persoalan manusia yang begitu kompleks. Setiap ilmu membutuhkan ilmu-ilmu yang lain, kemajuan tidak akan terjadi tanpa adanya perkembangan ilmu pengetahuan, sedangkan perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai tidak akan bermakna dan memberikan manfaat tanpa sentuhan spiritualitas dan etika. Hal inilah yang sedang terjadi saat ini. Bila kita lihat lebih dalam umat Islam sebenarnya telah diporak-porandakan dengan pembagian wilayah ilmu-ilmu tersebut, dan yang terjadi adalah masih terbuainya kita dengan keadaan seperti ini.
Peradaban manusia semakin maju karena adanya hadlarah al-nash, hadlarah al-‘ilm dan hadlarah al-falsafah, namun ketiganya berdiri dan berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya kontak dan sentuhan satu sama lain, hal inilah yang diperkirakan sebagai sumber permasalahan dunia kontemporer, sejak dari krisis lingkungan hidup, krisis ekonomi, krisis moralitas, serta krisis-krisis yang lain
Kenyataan yang terus berlangsung hingga sekarang adalah bahwa kaum kubu agama masih berfikir secara normatif, abstrak dan non empiris tanpa adanya pengalaman sementara kubu umum lebih berfikir positif, konkret dan empiris. Kebanyakan umat Islam masih menganggap ilmu-ilmu umum tidak berguna dan tidak perlu untuk dipelajari. Bahkan banyak dari mereka yang melarang putra-putrinya untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pada dasarnya Islam tidak mengenal dikotomi antara ilmu-ilmu qauliyah (ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teks keagamaan) dengan ilmu-ilmu kauniyah-ijtima’iyyah (ilmu-ilmu kealaman dan kemasyarakatan). Ilmu-ilmu tersebut dapat dikatakan sebagai ilmu-ilmu ke-Islaman ketika sesuai dengan nilai-nilai dan etika Islam. Jika kita melihat kembali pada sejarah ke-emasan Islam, bidang-bidang keilmuan tersebut sesungguhnya pernah dikaji dan dikembangkan oleh para ilmuwan muslim pada era klasik dan tengah, meskipun kemudian kurang mendapatkan perhatian oleh generasi berikutnya. Dalam sejarah kependidikan Islam telah terpola pengembangan keimuan yang terpadu oleh para ilmuan seperti ibnu Sina, Ibnu Rusyd dll, keterpisahan antara kedua aspek ilmu tersebut mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan dan kemunduran dunia Islam pada umumnya.
Umat Islam dapat kembali pada keagungan dan kejayaan masa lalu, kembali dalam barisan depan dalam memimpin dunia, jika kita kembali membuka diri dan memahami hakekat kehidupan dalam Islam, mengupayakan keterpaduan ilmu-ilmu qur’ani dan kauni, sehingga keadaan kaum muslim masih ketinggalan dalam sains dan teknologi dapat segera diakhiri.
Islam selalu menyeru untuk mencari dan menggali ilmu. Islam juga sangat menghargai dan menghormati para ‘ulama dan ‘ilmuwan. Dalam perspektif Islam tidak ada keterpisahan antara ilmu pengetahuan dan agama Islam.
Ketika setiap individu dari umat Islam maju dan berilmu (keterpaduan antara ilmu agama dan umum secara seimbang), organisasi maju, maka agama Islampun akan maju dan kembali mengambil peran dalam membangun peradapan.
"wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "berilah kelapangandi dalam majlis-majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukm, dan apabila dikatakan, " berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat)orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S Al-Mujadalah. 58 : 11).
Sabda-sabda Rasulullah berkaitan dengn pencarian ilmu pengetahuan:
1. Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim
2. Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina
3. Carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat
4. Para ilmuwan adalah pewaris (tugs) para nabi
5. Barangsiapa mati ketika sedang mengembangkan ilmu untuk menghidupkan Islam, maka di surga ia sederajat di bawah para Nabi.
Ilmu lebih penting dari harta karena :
· Ilmu merupakan warisan nabi-nabi dan rasul-rasul sedangkan harta adalah warisan Qorun, Fir’aun dab yang lainnya
· Ilmu mampu menjaga pemiliknya sedangkan harta harus dijaga pemiliknya
· Ilmu dapat memperbanyak teman dan sekutu sedangkan harta memperbanyak musuh dan lawan
· Jika ilmu diberikan (diajarkan) kualitasnya semakin meningkat sedangkan jika harta dikeluarkan (dibelanjakan) akan semakin berkurang dan habis
· Orang yang berilmu selalu mendapatkan penghormatan di masyarakat sedangkan orang yang berharta seringkali mendapat panggilan yang merendahkan dan menghinakan
· Ilmu tidak dapat dicuri dari pemiliknya sedangkan harta dapat hilang atau dicuri
· Ilmu tidak dapat habis sekalipun tidak ditambah sedang harta pasti akan habis
· Ilmu menyebabkan terangnya pemikiran seseorang dan bercahayanya hati seseorang sedangkan harta seringkali membingungkan pemiliknya dan mengeraskan hatnya.
(Ali bin Abi Thalib r.a)
*(Berdasar Buku Pengembangan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) sumber: http://epimorfisma
Dalam ayat tersebut terdapat tiga kata kunci yaitu: iman, ilmu dan amal. Ketiganya menjadi satu rangkaian yang sistematik dan saling terkait antara satu dengan yang lain dalam kehidupan setiap umat Islam. Lebih mementingkan satu, meniadakan atau meremehkan yang laian akan menyebebkan ketimpangan.
Ketiga kata kunci tersebut sangat sesuai dengan konsep pendidikan (Taxonomy Blooms) bahwa: Ilmu pengetahuan merupakan aspek kognitif, iman berkaitan erat dengan hati dan perasaan seseorang (aspek afektif), sedangkan amal merupakan tindakan atas ilmu pengetahuan dan iman (aspek psikomotorik)
Konsep pendidikan yang sedemikian indahnya dalam al-qur’an mestinya dapat membawa kemajuan yang pesat bagi umat Islam. Namun yang terjadi saat ini dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam selama ini terseret dalam alam pemikiran modern yang sekuler, sehingga secara tidak sadar telah memisah-misahkan antara pendidikan keimanan (ilmu-ilmu agama) dengan pendidikan umum (ilmu pengetahuan) serta pendidikan akhlak (etika), sehingga berdampak pada keterpurukan pendidikan umat Islam di semua bidang.
Pengembangan pendidikan modern pada disiplin ilmu dengan spesialis secara ketat, berakibat keterpaduan antar disiplin keilmuan menjadi hilang, dan melahirkan dikotomi ilmu pengetahuan. Yaitu pengelompokan ilmu-ilmu agama di satu pihak dan ilmu-ilmu umum dipihak lain. Sehingga ilmu-ilmu agama disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu Allah yang bersifat sakral dan wajib untuk dipelajari. Sebaliknya kelompok ilmu umum (baik ilmu alam maupun sosial) dianggap sebagai ilmu manusia yang tidak wajib untuk dipelajari.
Sehingga yang terjadi adalah ilmu-ilmu agama menjadi tidak menarik karena tidak dapat digunakan dalam kehidupan nyata, sementara ilmu umum semakin berkembang serta begitu diminati tanpa adanya makna dan sentuhan spiritualitas.
Bila hal ini yang terjadi, penguasaan terhadap salah satu ilmu saja tidak akan sanggup untuk menyelesaikan persoalan manusia yang begitu kompleks. Setiap ilmu membutuhkan ilmu-ilmu yang lain, kemajuan tidak akan terjadi tanpa adanya perkembangan ilmu pengetahuan, sedangkan perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai tidak akan bermakna dan memberikan manfaat tanpa sentuhan spiritualitas dan etika. Hal inilah yang sedang terjadi saat ini. Bila kita lihat lebih dalam umat Islam sebenarnya telah diporak-porandakan dengan pembagian wilayah ilmu-ilmu tersebut, dan yang terjadi adalah masih terbuainya kita dengan keadaan seperti ini.
Peradaban manusia semakin maju karena adanya hadlarah al-nash, hadlarah al-‘ilm dan hadlarah al-falsafah, namun ketiganya berdiri dan berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya kontak dan sentuhan satu sama lain, hal inilah yang diperkirakan sebagai sumber permasalahan dunia kontemporer, sejak dari krisis lingkungan hidup, krisis ekonomi, krisis moralitas, serta krisis-krisis yang lain
Kenyataan yang terus berlangsung hingga sekarang adalah bahwa kaum kubu agama masih berfikir secara normatif, abstrak dan non empiris tanpa adanya pengalaman sementara kubu umum lebih berfikir positif, konkret dan empiris. Kebanyakan umat Islam masih menganggap ilmu-ilmu umum tidak berguna dan tidak perlu untuk dipelajari. Bahkan banyak dari mereka yang melarang putra-putrinya untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pada dasarnya Islam tidak mengenal dikotomi antara ilmu-ilmu qauliyah (ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teks keagamaan) dengan ilmu-ilmu kauniyah-ijtima’iyyah (ilmu-ilmu kealaman dan kemasyarakatan). Ilmu-ilmu tersebut dapat dikatakan sebagai ilmu-ilmu ke-Islaman ketika sesuai dengan nilai-nilai dan etika Islam. Jika kita melihat kembali pada sejarah ke-emasan Islam, bidang-bidang keilmuan tersebut sesungguhnya pernah dikaji dan dikembangkan oleh para ilmuwan muslim pada era klasik dan tengah, meskipun kemudian kurang mendapatkan perhatian oleh generasi berikutnya. Dalam sejarah kependidikan Islam telah terpola pengembangan keimuan yang terpadu oleh para ilmuan seperti ibnu Sina, Ibnu Rusyd dll, keterpisahan antara kedua aspek ilmu tersebut mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan dan kemunduran dunia Islam pada umumnya.
Umat Islam dapat kembali pada keagungan dan kejayaan masa lalu, kembali dalam barisan depan dalam memimpin dunia, jika kita kembali membuka diri dan memahami hakekat kehidupan dalam Islam, mengupayakan keterpaduan ilmu-ilmu qur’ani dan kauni, sehingga keadaan kaum muslim masih ketinggalan dalam sains dan teknologi dapat segera diakhiri.
Islam selalu menyeru untuk mencari dan menggali ilmu. Islam juga sangat menghargai dan menghormati para ‘ulama dan ‘ilmuwan. Dalam perspektif Islam tidak ada keterpisahan antara ilmu pengetahuan dan agama Islam.
Ketika setiap individu dari umat Islam maju dan berilmu (keterpaduan antara ilmu agama dan umum secara seimbang), organisasi maju, maka agama Islampun akan maju dan kembali mengambil peran dalam membangun peradapan.
"wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "berilah kelapangandi dalam majlis-majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukm, dan apabila dikatakan, " berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat)orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S Al-Mujadalah. 58 : 11).
Sabda-sabda Rasulullah berkaitan dengn pencarian ilmu pengetahuan:
1. Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim
2. Carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina
3. Carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat
4. Para ilmuwan adalah pewaris (tugs) para nabi
5. Barangsiapa mati ketika sedang mengembangkan ilmu untuk menghidupkan Islam, maka di surga ia sederajat di bawah para Nabi.
Ilmu lebih penting dari harta karena :
· Ilmu merupakan warisan nabi-nabi dan rasul-rasul sedangkan harta adalah warisan Qorun, Fir’aun dab yang lainnya
· Ilmu mampu menjaga pemiliknya sedangkan harta harus dijaga pemiliknya
· Ilmu dapat memperbanyak teman dan sekutu sedangkan harta memperbanyak musuh dan lawan
· Jika ilmu diberikan (diajarkan) kualitasnya semakin meningkat sedangkan jika harta dikeluarkan (dibelanjakan) akan semakin berkurang dan habis
· Orang yang berilmu selalu mendapatkan penghormatan di masyarakat sedangkan orang yang berharta seringkali mendapat panggilan yang merendahkan dan menghinakan
· Ilmu tidak dapat dicuri dari pemiliknya sedangkan harta dapat hilang atau dicuri
· Ilmu tidak dapat habis sekalipun tidak ditambah sedang harta pasti akan habis
· Ilmu menyebabkan terangnya pemikiran seseorang dan bercahayanya hati seseorang sedangkan harta seringkali membingungkan pemiliknya dan mengeraskan hatnya.
(Ali bin Abi Thalib r.a)
*(Berdasar Buku Pengembangan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) sumber: http://epimorfisma
No comments:
Post a Comment